Konflik Antar Etnik dan Peran
Pemuda dalam Pedamaian
Makalah ini
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata
Kuliah
Ilmu Sosial Dasar
Disusun
Oleh :
Dhea
Indah Lestari
Kelas
1TA03
NPM
11315804
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL
DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2015
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu dalam rangka
melengkapi Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar yang berjudul Konflik Forkabi
dan FBR dan Peran Pemuda.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempuna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnakan makalah ini.
Jakarta,
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
I.1. Latar Belakang
1
I.2. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 3
1.1 Pengertian
Konflik -----------------------------------------------------------------------3
1.2 Latar Belakang
Terjadinya Konflik-----------------------------------------------------4
1.3 Solusi
Menyelesaikan Konflik
----------------------------------------------------------6
1.4 Peran Pemuda dalam
Perdamaian-------------------------------------------------------7
BAB III PENUTUP 10
III.1 Kesimpulan 10
III.2 Saran 11
DAFTAR PUSAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak
satu pun manusia yang dapat hidup sendiri di dunia ini, satu dengan yang
lainnya akan saling membutuhkan, memerlukan, melengkapi, dan memenuhi seputar
kebutuhan hidupnya. Dengan adanya hal itulah mereka berkomunikasi sehingga
terciptalah interaksi dan tanggapan prilaku seseorang, akan adanya
interaksi-interaksi tersebut, karena konflik itu menurut Coser adalah perbedaan
fokus dan pemahaman manusia. Faktor-faktor yang menjadi akar timbulnya konflik
harus diangkat dengan benar-benar jelas sampai kepermukaan publik, sebab dengan
cara ini kita bisa mencari solusinya. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki
berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik
atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain.
Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
Konflik antar etnis ini terjadi karena benturan budaya, kepentingan, ekonomi
politik, dan lain lain. Dan demi menciptakan Negara yang aman dan tentram,
pemerintah harus menyelesaikan masalah konflik antar etnis. Cara yang lebih
demokratik demi tercegahnya perpecahan, dan penindasan atas yang lemah oleh
yang lebih kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat
untuk take a little and give a little, didasari itikat baik untuk
berkompromi dan bermusyawarah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
Masalah Ada beberapa hal yang akan dijadikan masalah untuk mengerjakan
penelitian di dalam makalah ini, antara lain sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari konflik?
2.
Mengapa konflik antar etnis bisa muncul di sebuah Negara?
3.
Bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis tersebut?
Maksud
dan Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memenuhi
tugas UAS pelajaran Isu Isu Politik Kontemporer
2.
Mengetahui dan memahami penegertian dari konflik dan penyebab konflik
3.
Mengetahui bagaimana konflik antar etnis bisa muncul dalam sebuah Negara
4.
Memberikan solusi untuk penyelesaian konflik antar etnis dalam sebuah Negara
5.
Memperoleh analisis dari hasil penulisan tentang konflik antar etnis Kerangka
Pemikiran Para ahli pemikir, sebagaimana mereka berbicara soal pengertian
ilmu-ilmu yang lain, dalam mendefinisikan konflik saja mereka berbeda,
Adapun
beberapa pengertian konflik itu adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Coser (1956) konflik adalah prilaku dan kondisi seseorang yang tengah
dilakukannya dan juga perbedaan fokus dan pemahaman manusia.
2.
Menurut Krisberg (1982) konflik adalah berbedanya tujuan masing- masing manusia
(individu),kelompok,dan etnis dalam suatu negara dan bangsa. Dalam suatu
masyarakat akan selalu ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah,
kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb.
Kelompok bawah (yang lemah) akan “ditindas” dan menjalankan kehendak kelompok
atas. Fenomena ini akhirnya memicu timbulnya konflik antar kelompok. Selain hal
tersebut kurangnya integrasi dalam masyarakat, perbedaan paham atau kepentingan
juga sebagai faktor timbulnya konflik. Dari beberapa pengertian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah perbedaan tanggapan yang terjadi akibat
interaksi manusia dalam mewujudkan/mengungkapkan keinginannya. Oleh karena itu
menurut penulis, konflik itu wajar dan manusiawi karena bedanya para ahli dalam
berpendapat tentang konflik di atas, itu juga sudah merupakan sebuah konflik
yang terjadi. Namun apa akibat dari konflik itu akan negatif? Jelas, hal itu
memerlukan penyulut dan pemobilitas tersendiri yang lepas dari bagian makna
kata konflik tersebut. Konflik yang negative tentunya akan merugikan kedua
pihak dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu penyelesaian konflik harus
dilakukan. Kita harus mengaitkan teori yang ada dengan praktik di lapangan
dalam menyelesaiakan konflik.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian konflik
Pembahasan
Menurut Alo Liliweri konflik adalah bentuk perasaan yang tidak beres yang
melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu orang dengan orang
lain, satu kelompok dengan kelompok lain. Konflik dapat secara positif
fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh
ia bergerak melawan struktur.
Pengertian
Konflik Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang
satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana
setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut
dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut.
Implikasi
dari definisi konflik adalah : Konflik dapat terjadi di dalam atau di luar
sebuah system kerja peraturan. Konflik harus disadari oleh setidaknya salah
satu pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Keberlanjutan bukan suatu hal
yang penting karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah tercapai Tindakan
bisa jadi menahan diri dari untuk tidak bertindak Konflik etnis adalah konflik
yang terkait dengan permasalahan- permasalahan mendesak mengenai politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua komunitas etnis atau
lebih.
Menurut
Indrio Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita, banyak Tokoh yang membahas mengenai
“Teori Konflik” seperti Karl Marx, Durkheim, Simmel, dan lain-lain yang
dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi dan sosial. Karl Marx melihat
masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi
konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan
menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan. Namun bentrokan
kepentingan kepentingan ekonomi ini akan berakhir di dalam sebuah masyarakat
yang tanpa kelas, tanpa konflik dan kreatifitas yang disebut komunisme.
Kalau
konflik ini terus terusan dibiarkan, akan membuat ketidakstabilan di
masyarakat. Masyarakat akan merasa terancam dan tidak kenang dalam hidupnya.
Durkheim menekankan proses sosial yang meningkatkan integritas sosial dan
kekompakan. Meskipun dia mengakui bahwa konflik terjadi dalam kehidupan sosial,
dia cenderung untuk memperlakukan konflik yang berlebih-lebihan sebagai sesuatu
yang tidak normal dalam integrasi masyarakat. Hubungan saling ketergantungan
antara konflik dan kekompakan dinyatakan juga dalam dinamika di dalam hubungan
kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group).
Suatu
kelompok atau masyarakat cenderung memiliki sumber yang dapat dikerahkan dan
solidaritasnya diperkuat bila kelompok itu terlibat dalam konflik dengan
kelompok atau masyarakat lain. Selama masa dimana ada ancaman atau konflik
dengan organisasi luar, percekcokan atau konflik dalam kelompok cenderung
rendah dan menurun. Konflik Antar Etnis Konflik etnis adalah konflik yang
terkait dengan permasalahan permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan teritorial di antara dua kelompok etnis atau lebih.
Konflik
etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi bisa juga tidak. Namun biasanya
konflik etnis bernuansa dengan kekerasan dan jatuh korban. Etnik atau suku
bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya.
Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian
halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya
konflik antar etnis.
1.2 Latar belakang
terjadinya konflik
Faturochman
menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya
konflik etnis terjadi disebuah tempat.Enam hal tersebut antara lain yakni:
1.
Kepentingan yang sama diantara beberapa pihak
2.
Perebutan sumber daya
3. Sumber
daya yang terbatas
4.
Kategori atau identitas yang berbeda
5.
Prasangka atau diskriminasi
6.
Ketidakjelasan aturan (ketidakadilan).
Konflik
antar etnis yang terjadi dapat dikatakan karena kepentingan beberapa oknum atau
pihak yang memang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut. Etnis
etnis yang saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya
manusia yang terbatas. Dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang
rendah. Seharusnya dari masing masing kepala daerah yang ada di wilayah konflik
tersebut harus tegas membuat atau merealisikan kebijkan ketika terjadi sebuah
konflik antar etnis. Dalam konteks Indonesia sendiri, kita kerap kali mendengar
terjadinya konflik antar etnis. Sebenarnya akar dari konflik ini adalah
keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik tersebut. Sementara itu,
Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri dari tiga
sebab utama,[9] yakni:
1.
Konflik muncul karena ada benturan budaya
2. Karena
masalah ekonomi politik
3. Karena
kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial.
Menurutnya
konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk perlawanan
terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi
konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas sosial,
dalam hal ini etnik dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme
yang kaku, dimana seseorang tidak mampu keluar dari perspektif yang dimiliki
atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak
mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sikap
etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena
ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan.
Sebagai
tambahan, pengidentifikasian kuat seseorang terhadap kelompok cenderung akan
menyebabkan seseorang lebih berprasangka, yang akan menjadi konflik.
Berdasarkan tulisan dari Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar
terjadi di wilayah Afrika, Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa
negara-negara Eropa Barat serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis
yang terjadi di dunia ini. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa
konflik tersebut terjadi di wilayah yang terbelakang secara peradaban? Belum
ada jawaban atas pertanyaan ini. Jawaban yang cukup masuk akal akan pertanyaan
ini adalah berdasarkan rentan waktu munculnya peradaban. Asia dan Afrika adalah
dua benua yang memiliki sejarah peradaban tertua di dunia. dan secara tidak
sengaja, kedua benua ini memiliki berbagai macam etnis,ras, ataupun suku
bangsa. Tentu saja hal ini tidak dapat ditemui di benua Amerika yang merupakan
“peradaban baru” bentukan Eropa. Peradaban-peradaban ini sejak dahulu selalu
terlibat perang suku. Celakanya, perang antar suku dan ras yang terjadi ini
menyimpan dendam diantara semua pihak yang bertikai dan masih terbawa hingga
kini. Dengan demikian, Wolff menyimpulkan bahwa “ethnic conflicts are based on
ancient hatreds between groups fighting in them and that”. Sebagian kecil
konflik yang terjadi adalah akibat isu kontemporer politik ataupun agama.
Konflik Antar Etnis di Indonesia Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan
membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai
ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah
menyelimuti Tanah Air. Semboyan yang terdapat di kaki kuat sang Burung Garuda
“Bhineka Tunggal Ika” nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini.
Rasa satu
kesatuan sebagai warga negara bukanlah hal yang utama, melainkan arti kata
semboyan bangsa ini hanya sekedar wacana belaka. Beberapa peristiwa akibat
konflik setelah lengsernya otoritas orde baru dan lahirnya era reformasi adalah
sebagai berikut :
a. Krisis
Aceh dengan adanya Gerakan Aceh merdeka (GAM).
b. Krisis
Ambon yang memicu perpecahan bangsa karena keyakinan.
c. Krisis
Poso di Sulawesi Tengah.
d.
Gerakan Papua Merdeka
e.
Peristiwa Dayak-Madura di Kalimantan Tengah.
f.
Peristiwa Ketapang di Jakarta.
g.
Peristiwa Bom Bali.
h.
Peristiwa seputar Jemaah Ahmadiyah.
i.
Peristiwa Monas di Jakarta.
j. dan
timbulnya lagi krisis Ambon saat ini.
Sebenarnya
masih banyak peristiwa lain yang terjadi akibat konflik, seperti adanya tindak
anarkis antara karyawan dan perusahaan, warga masyarakat dan perusahaan, dan
aksi preman yang hampir di setiap kota besar terjadi. Di balik konflik
antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika ditelisik
lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya
hanya memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”, dan “mereka”, mereka
melihat etnis lain adalah kelompok luar darinya, dan etnis luar melihat etnis
lain sebagai musuh baginya. Setiap konflik yang berujung SARA bermula dari
konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik kolektif yang
mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal dari
salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas
di keroyok oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik
Tarakan menjadi memanas nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju
menguasai sektor ekonomi. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab
utama konflik di bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di Bilangan Jakarta
Selatan “Dari Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores yang
berawal dari perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut mengarah ke
konflik etnis. Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang bertikai
masih menunjukan etnosentrisnya. Penguasaan sektor ekonomi memicu besarnya
sentimen etnis dan adanya prejudice membuat konflik meranah ke agama. Konflik
agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam bermula dari
pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga karena sentimen
kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan agama. Konflik Poso kian
memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang dibakar oleh umat kristiani,
agama memang sangat rentan. Aparat Pemerintah bukanya sebagai penengah namun
ikut andil dalam konflik ini. Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari
pendatang yang sebagai mayoritas menguasai sektor ekonomi membuat konflik menjadi
lebih memanas. Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan
masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke
Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia
untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomian.
Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan
etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan
menguasai sektor-sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih
awal bergerak di bidang itu terpaksa terlempar keluar. Alternatif dalam
menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan solusi yang
tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid mengungkapkan
“Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap perbedaaan-perbedaaan
budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan
integrasi antaretnis di Indonesia dengan mutual of understanding, sehingga
semboyan yang mencengkram dalam kaki kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.
Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis Konflik antar etnis di Indonesia harus
segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi konkritnya. Dalam bukunya
Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan
Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis yang
ada di sebuah Negara. Pertama, melalui Intervensi pihak ketiga. Dimana
keputusan intervensi pihak ketiga nantinya final dan mengikat. Contoh adalah
pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini adalah cara penyelesaian konflik
melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator. Ketiga, Rokosialisasi.
Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu terjadi,
dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.
1.3 SOLUSI
MENYELESAIKAN KONFLIK
Adapun
cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:
1. Konflik Itu Harus di Management Menuju
Rekonsiliasi Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang
yang hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama
yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu konflik
yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka konflik
itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo
Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta
menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari
kondisi yang “Fight” harus diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight
diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru
diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu,
masyarakat terutama para pemuka agama dan etnis haruslah dibekali ilmu
Management Konflik setidak-tidaknya untuk tingkat dasar
2. Merobah Sistem
Pemahaman Agama. Konflik yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang
dianutnya itu mengajarkan untuk konflik. Karena cara umat memahami ajaran
agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik.
Keluhuran ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan
secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat
masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk
agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan
nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama
mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi
lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan yang
lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil.
Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang sukses
seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu
power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi
mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang
sesungguhnya lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.
3.
Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama. Kegiatan beragama
seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan
dengan penampilan yang berhura hura. Hal ini sangat mudah juga memancing
konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi
dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur. 4. Redam
Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis. Setiap manusia memiliki nafsu
atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada yang disebut
nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih
dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa
manusia menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan.
Namun, persaingan itu adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu
adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma Agama, norma Hukum dan
norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi
dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa mereka adalah memiliki berbagai
kelebihan dari etnis yang lainya. Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta
akan berbagai kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi bersikap
sombong dan exlusive karena merasa memiliki kelebihan etnisnya. Untuk
membangun kebersamaan yang setara, bersaudara dan merdeka
mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama
dalam suatu masyarakat ada baiknya kami sampaikan pandangan Swami Satya Narayana
sbb: “Agar hubungan sesama manusia menjadi harmonis, seriuslah melihat
kelebihan pihak lain dan remehkan kekuarangannya. Seriuslah melihat kekurangan
diri sendiri dan remehkan kelebiihan diri”. Dengan demikian semua pihak
akan mendapatkan manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di samping
mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan tambahan
pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial. Dengan melihat
kelebiihan sesama maka akan semakin tumbuh rasa persahabatan yang semakin
kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh
dengan sesama dalam hubungan sosial tersebut.
1.4 Peran Pemuda dalam
Perdamaian
Semua pihak bertanggung-jawab atas terciptanya dan
berlangsunganya perdamaian, tidakterkecuali generasi muda. Bahkan tidak jarang
generasi muda sebagai penerus, menjadiobjek dan sekaligus subjek utama dari
berbagai program upaya-upaya perdamaian dimasyarakat. Hal itu lebih disebabkan
karena generasi muda mempunyai potensi dankapasitas yang besar untuk
dikembangkan, tentu saja ke arah positif.Proses pembelajaran perdamaian
merupakan salah satu alternatif dalam rangka sosialisasidi kalangan generasi
muda. Dalam proses pembelajaran perdamaian ini akan mempelajarikapasitas dan
kerentanan perdamaian. Oleh karenanya, generasi muda diharuskan untukmenjadi
peka konflik. Melalui proses ini, diharapkan muncul ide-ide dalam
upaya-upayaperdamaian yang sifatnya lokal dari generasi muda setempat, sehingga
sesuai dengansistem nilai yang sudah melekat di masyarakat.
Generasi muda
juga dapat membentuk komunitas-komunitas guna menyalurkan bakat dankreasinya
terutama dalam upaya-upaya perdamaian. Komunitas-komunitas semacam inipenting
sekali, terutama untuk meningkatkan modal sosial. Modal sosial ini
sangat signifikandalam memacu perilaku inovatif dan produktif. Inovasi dan
produktivitas generasi mudanantinya akan melahirkan kegiatan-kegiatan positif
yang mampu mengurangi ketegangansosial-kultural pasca-konflik.Dalam politik,
generasi muda mempunyai kapasitas dalam penguatan demokrasi danpartisipasi
lokal. Kebijakan otonomi daerah memberikan peluang bagi generasi muda untuk
berperan. Dalam
demokrasi, tidak dapat dihindari adanya konflik, karena dalam demokrasiterdapat
perbedaan-perbedaan. Akan tetapi bagaimana mengelola konflik tersebut
supayatidak terjadi konflik terbuka atau kekerasan. Pada prinsipnya, dalam
proses demokrasi ituberarti ada proses manajemen konflik. Hanya saja, di
Indonesia praktik demokrasi masihberjalan
tidak benar dan juga mentalitas yang belum memadai. Demokrasi mungkinmenyediakan
ruang konflik. Namun, demokrasi tidak membenarkan kekerasan. Olehkarenanya,
metode yang digunakan ialah dialog. Budaya dialog inilah yang
wajibterinternalisasi ke dalam masyarakat. Peran generasi muda menjadi
signifikan dalammelestarikan budaya dialog ini, terutama demi menciptakan
perdamaian yangberkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Konflik antar suku di Papua
hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi setiap warga Negara di Indonesia. Mengingat
di daerah-daerah lain di Indonesia juga sering terjadi konflik, maka semua
elemen masyarakat harus bisa bekerja sama menyelesaikan konflok yang
terjadi. Papua yang kaya akan sumber daya alam harus mempunyai sumber
daya manusia yang baik agar kekayaan alam Papua tidak terus menerus
diekspolitasi oleh pihak asing.
Penyebab-penyebab
terjadinya konflik di Papua harus segera diatasi. Dengan
pertimbangan yang matang, penyebab konflik hars dianalisa secara
mendalam. Beberapa penyebab adanya konflik antar suku di Papua
antara lain :
a. Banyaknya warga
pendatang baru yang berasal dari luar Papua.
b. Rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan di Papua
c. Kalangan
pemuda yang tidak menuruti ketua adat
d. Balas
dendam masih menjadi budaya di Papua
e. Profokasi
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
Ketika
penyebab konflik dapat dianalisa dengan baik, konflik akan bisa
diwaspadai. Sebelum terjadi konflik, aparat sudah bertindak dengan
menanggapi isu –isu yang berkembang, sehingga konflik tidak dapat
terjadi. Jikalau konflik terjadi, mungkin dampak yang ditimbulkan
tidak akan terlalu parah. Meskipun idealnya konflik ada dalam
masyarakat, namun meredam konflik juga tidak ada salahnya. Apalagi
jika konflik meluas dan menimbulkan dampak yang merugikan. Dampak konflik
antar suku yang sering terjadi di Papua, yang mengganggu keamanan di Papua itu
antara lain :
a. Rusaknya fasilitas umum.
b. Hancurnya pemukiman warga.
c. Jatuhnya korban, baik yang luka-luka maupun
tewas.
d. Warga yang tidak bersalah juga ikut menjadi
korban, sehingga dapat menimbulkan dampak
psikologis.
e. Masyarakat merasa tidak aman dengan adanya
konflik yang terjadi.
f. Menimbulkan perpecahan di masyarakat.
g. Hilangnya rasa kepercayaan dalam masyarakat.
Pemerintah
dalam hal ini adalah yang mengatur kegiatan bernegara untuk rakyat harus segera
melakukan tindakan untuk menyelesaikan konflik antar suku yang terjadi di
Papua. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah
sebagai berikut :
a. Melakukan
sosialisasi tentang pentingnya kebersamaan.
b.
Memperbaiki tingkat pendidikan di Papua.
c.
Memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat Papua.
d. Meningkatkan kewaspadaan
aparat keamanan di daerah-daerah yang rawan dengan konflik.
Perlunya
kerja sama dari setiap elemen masyarakat, baik dari warga, pihak-pihak
perusahaan penyedia lapangan pekerjaan, dan juga pemerintah akan sedikit demi
sedikit menyelesaikan konflik. Masyarakat bisa melakukannya dengan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya hukum dan saling menghargai sesama
manusia. Pihak perusahaan dapat memberikan kebijakan perusahaan
kepada para karyawannya dengan lebih demokratis. Sementara
pemerintah dan aparat keamanan lebih membentuk konsep peningkatan kewaspadaan
dan kecepatan melerai konflik agar tidak meluas dan
berkelanjutan. Oleh karena itu, sebagai pengamalan dari sila-sila
pancasila, terutama sila kedua dan ketiga, sebagai warga Negara kita hendaknya
saling menghargai antar sesama manusia untuk bisa bersatu dalam kebersamaan
rakyat Indonesia.
Peran
pemuda memang sangatlah penting untuk generasi yang akan datang. Mereka
bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian di Indonesia. Kita harus bisa
menciptakan atau mencetak generasi bangsa kita dengan kretif inovatif. Agar
mereka dapat membantu menciptakan perdamaian dan menjaga utuh persatuan dan
kesatuan di Negara kita. Para generasi muda harus di persiapkan mulai dari
sekarang dengan melalui pelatihan pelatihan kerja atau ketrampilan dari
pemerintah. Agar mereka tercetak sebagai penerus bangsa yang bertanggung jawab
atas perdamaian antar suku ras agama maupun etnis di Negara kita.
jelas sekali bagaimana korelasi antara generasi muda
danperdamaian. Generasi muda berperan penting dalam terciptanya upaya-upaya
perdamaiandengan partisipasi aktif dalam berbagai bidang. Penekanan utama dalam
upaya-upayaperdamaian ialah pada pentingnya menciptakan perdamaian yang
berkelanjutan yangsifatnya tidak sementara dan tidak hanya sebatas reaktif saja
III.2
Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas kami memberikan saran : dari segala bentuk perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat, baik karena kemajuan zaman maupun kebijakan
pemerintah, tidak boleh mempengaruhi pemuda–pemuda di Papua dan menjadikan
pemuda lemah serta tidak mampu beradaptasi.
Pemuda-pemuda di Papua dihadapkan dengan dua pilihan untuk masa depan Papua,
Pilihan pertama, menjadi cerdas dan menjadi generasi penerus yang mengetahui
pentingnya peran sebagai agen pemersatu bangsa. Dan membangun Papua menjadi
bangsa yang sejahterah
Atau pilihan kedua, menjadi bodoh dan tetap berpikiran sukuisme, hingga
generasi berikutnya dan generasi seterusnya tidak mampu memperbaiki kekacauan
dan tidak mampu lagi menjadi pembaharu akan kegagalan itu.
Kami menyarankan melalui makalah
ini, pembaca mengerti akan pilihan yang dihadapkan kepada pemuda-pemuda di
papua, dan memberikan pemahaman ini seluas-luasnya demi kemajuan masyarakat
Papua. Melalui makalah ini saya berharap pemuda-pemuda di Indonesia khususnya
di Papua, tidak pasrah dan menunggu kebijakan pemerintah melainkan melakukan
reformasi karakter diri. Sehingga terwujudlah kehidupan yang harmonis dan
sejahterahan.
DAFTAR PUSTAKA